Pengertian dan Dasar Hukum Hutang Piutang
Al-Qardhu secara bahasa artinya adalah al-qath’u (memotong). Dinamakan
demikian karena pemberi hutang (muqrid) memotong sebagian hartanya dan
memberikannya kepada penghutang (muqhtaridh).
Adapun definisi secara syara’ adalah memberikan harta kepada orang yang
mengambil menfaatnya, lalu orang tersebut mengembalikan gantinya. Menurut
Dimyauddin, qardh merupakan akad peminjaman harta kepada orang lain dengan
adanya pengembalian semisalnya. Sedang menurut Moh. Saifullah, qardh adalah
memberikan sesuatu kepada seseorang dengan perjanjian dia akan membayar atau
mengembalikan barang tersebut dengan jumlah yang sama.
Akad al-qardh diperbolehkan secara syar’i dengan landasan hadits atau ijma’
ulama. Diantaranya hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, sesungguhnya Nabi
SAW bersabda, “Tiada seorang muslim yang memberikan hutang kepada muslim dua
kali, kecuali piutangnya bagaikan sedekah satu kali.” (HR Ibnu Majah dan Ibnu
Hibban)
Hadits dari sahabat Anas bin Malik berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Pada
malam saya di-isra’-kan, saya melihat pada sebuah pintu surga tertulis ‘sedekah
akan dibalas 10 kali lipat dan hutang dibalas 18 kali lipat’. Lalu saya
bertanya, ‘wahai Jibril, mengapa menghutangi lebih utama dari sedekah?’ ia
menjawab, ‘karena meskipun pengemis meminta-minta, namun ia masih mempunyai
harta, sedangkan orang yang berhutang pasti karena ia sangat membutuhkan.” (HR
Ibnu Majah dan Baihaqi).
Ulama telah sepakat atas keabsahan akad al-qarh. Akad al-qardh
di-sunnah-kan bagi orang yang memberi pinjaman, dan diperbolehkan bagi peminjam
dengan dasar hadits di atas. Bahkan dalam beberapa hal bisa menjadi wajib, seperti menghutangi orang
yang terlantar atau yang sangat membutuhkan.
Rukun dan Syarat Hutang Piutang
a.
Rukun hutang piutang
1. Lafadh dari orang
yang hutang, bisa lewat lisan atau tulisan (ijab qabul).
2. Orang yang hutang (muqtaridh)
dan yang menghutangi (muqridh).
3. Barang yang
dihutangkan.
b.
Syarat hutang piutang
Disyaratkan untuk sahnya pemberian hutang
ini antara lain:
- Orang yang memberikan
hutang adalah orang yang memiliki
kompetensi (ahliyah dan wilayah).
- Harus dilakukan
dengan adanya ijab qabul, karena mengandung pemindahan kepemilikan kepada orang
lain.
- Harta yang
dipinjamkan bisa diketahui jumlah dan ciri-cirinya, agar dapat dikembalikan
kepada pemiliknya.
DAFTAR PUSTAKA
al Fauzan, Saleh. 2006. Fiqh
Sehari-hari, Jakarta: Gema Insani.
Djumaini, Dimyauddin. 2008.
Pengantar Fiqh Muamalah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
al Aziz, Saifullah. 2005. Fiqh Islam Lengkap, Surabaya: Terbit
Terang.
Hukum-Hukum Yang Berkaitan Dengan Hutang Piutang
Tidak ada komentar :
Posting Komentar