Hadis ini menjelaskan bagaimanakah gadai
itu dilakukan?? dan bagaimanakah semestinya gadai itu?? Berikut sebagian hadis
yang menjelaskan tentang pertanyaan-pertanyaan tersebut,,
·
عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَ سَلَّمَ: كُلُّ قَرْضٍ جَرَّ مَنْفَعَةً فَهُوَ رِبَا. رَوَاهُ الْحَارِثُ بْنُ
أَبِي أُسَامَةَ
·
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: لاَ يُغْلَقُ الرَّهْنُ مِنْ صَاحِبِهِ الَّذِي رَهَنَهُ
لَهُ غُنْمُهُ وَعَلَيْهِ غُرْمُهُ. رَوَاهُ الدَّرُقُطْنِيُّ وَالْحَاكِمُ
PENJELASAN:
Hadis pertama
Hadis ini sanadnya gugur karena dalam sanadnya
ada siwar bin mus’ab seorang muaddin yang buta dan dia ditinggalkan riwayatnya.
Dan hadis ini memiliki riwayat-riwayat pendukung,
al-Baihaqi memuat dalam kitabnya Ma’rifatus Sunan wal Atsar, riwayat Ahmad dari
Fadhalah bin Ubai bahwa Abdullah bin Umar berkata: “Setiap pinjaman
(pengutangan) yang membawa manfaat (menarik keuntungan) adalah termasuk salah
satu cara di antara cara-cara riba.” Disamping itu al-Baihaqi memuat riwayat
yang semakna dengan ini dai Abdullah bin Mas’ud, Ubay bin Ka’ab, Abdullah bin
Salam dan Ibnu Abbas. Penjelasan ini bermaksud memposisikan hadis ini (yang
sanadnya cacat) didukung sebagian riwayat lain yang sama, maka sanadnya bisa
dipakai sebagai landasan hukum.
Adapun yang dimaksud dengan manfaat dalam hadis
tersebut adalah manfaat yang disyaratkan oleh muqrid. Riwayat Ahmad dari
Abdullah bin Umar sesungguhnya dia berkata: “Barang siapa meminjamkan suatu
pinjaman maka dia juga mensyaratkan apapun kecuali kembaliannya.” Adapun
apabila manfaat itu merupakan tabarru’ (kebaikan hati) dari orang yang
berhutang, maka pemberian dari orang yang hutang (pelunasan) lebih baik dari
hutang yang diterimanya maka dianjurkan atasnya. Berdasarkan riwayat Ahmad atas
hadis Abu Hurairah dari Nabi SAW bahwa beliau meminjam/berhutang kambing maka
ketika datang yang memberi piutang, beliau memberikan kepadanya kambing yang
lebih baik dan beliau bersabda: خياركم أحاسنكم قضاء.
(bayar hutang dengan yang lebih baik itu bukan termasuk manfaat yang dimaksud
hadis, akan tetapi yang demikian itu justru dianjurkan).
Imam Syafi’i berpendapat: barang siapa
meminjamkan makanan pada seseorang lalu ia mensyaratkan pengembalian lebih
banyak maka tidak ada kebaikan dalam pinjaman itu akan tetapi apabila tidak
menyebut sama sekali, hal itu apabila yang meminjam memberikan yang lebih baik
karena kebaikan hatinya atau mengembalikan yang lebih buruk kemudian dia yang
memberi pinjaman mau menerimanya dengan kerendahan hati, maka tidak papa.
Hadis kedua
Rahn menurut syara’ adalah menjadikan jaminan
barang yang mempunyai nilai harta sebagai penguat hutang, dalam hal
dimungkinkannya mengambil hutang tersebut atau sebagaian dari barang itu.
“لاَ يُغْلَقُ الرَّهْنُ“,
barang gadaian dikatakan dikunci apabila dia keluar/lepas dari penguasaan
penggadai, dan penerima gadai menguasai disebabkan pemberi gadai lemah dalam
mengurus/memanfaatkan barang yang digadaikannya. Pengeuncian barang gadai ini
merupakan adat orang arab lalu Nabi SAW melaranganya. Adanya tambahan pada
barang gadaian itu menjadi hak pemilik. Adanya kerusakan jadi tanggungan
pemilik gadai.
Al-Auza’i dan Laits berkata: apabila penggadai
menolak membiayai barang gadaian lalu biaya itu ditanggung oleh penerima gadai
maka boleh bagi penerima gadai untuk memanfaatkan barang gadaian itu sebagai
imbangan dari biaya yang dikeluarkannya dengan syarat tidak lebih dari biaya
yang dikeluarkan itu. Pendapat ini didasarkan oleh riwayat Abu Hurairah, Nabi
SAW bersabda: “Punggung binatang dinaiki sebagai imbangan dari dia membiayai
pemeliharaannya apabila dia digadaikan, susu binatang diminum sesuai/sebagai
biaya pemeliharaannya apabila binatang itu digadaikan, biaya pemeliharaan
ditanggung oleh yang menunggangi atau yang meminum susunya.
PESAN:
-
Hutang dan gadai harus secara proposional, di
mana yang hutang tidak boleh mengambil manfaat, kecuali yang dibenarkan oleh
syara’.