.....::::: SELAMAT DATANG, SEMOGA ANDA PUAS DENGAN IRFANNOLNAM YANG POLOS DAN APA ADANYA :::::.....

Rabu, 02 November 2011

HADIS TENTANG GADAI

Hadis ini menjelaskan bagaimanakah gadai itu dilakukan?? dan bagaimanakah semestinya gadai itu?? Berikut sebagian hadis yang menjelaskan tentang pertanyaan-pertanyaan tersebut,,
·       عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: كُلُّ قَرْضٍ جَرَّ مَنْفَعَةً فَهُوَ رِبَا. رَوَاهُ الْحَارِثُ بْنُ أَبِي أُسَامَةَ
·       عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: لاَ يُغْلَقُ الرَّهْنُ مِنْ صَاحِبِهِ الَّذِي رَهَنَهُ لَهُ غُنْمُهُ وَعَلَيْهِ غُرْمُهُ. رَوَاهُ الدَّرُقُطْنِيُّ وَالْحَاكِمُ
PENJELASAN:
Hadis pertama
Hadis ini sanadnya gugur karena dalam sanadnya ada siwar bin mus’ab seorang muaddin yang buta dan dia ditinggalkan riwayatnya.
Dan hadis ini memiliki riwayat-riwayat pendukung, al-Baihaqi memuat dalam kitabnya Ma’rifatus Sunan wal Atsar, riwayat Ahmad dari Fadhalah bin Ubai bahwa Abdullah bin Umar berkata: “Setiap pinjaman (pengutangan) yang membawa manfaat (menarik keuntungan) adalah termasuk salah satu cara di antara cara-cara riba.” Disamping itu al-Baihaqi memuat riwayat yang semakna dengan ini dai Abdullah bin Mas’ud, Ubay bin Ka’ab, Abdullah bin Salam dan Ibnu Abbas. Penjelasan ini bermaksud memposisikan hadis ini (yang sanadnya cacat) didukung sebagian riwayat lain yang sama, maka sanadnya bisa dipakai sebagai landasan hukum.
Adapun yang dimaksud dengan manfaat dalam hadis tersebut adalah manfaat yang disyaratkan oleh muqrid. Riwayat Ahmad dari Abdullah bin Umar sesungguhnya dia berkata: “Barang siapa meminjamkan suatu pinjaman maka dia juga mensyaratkan apapun kecuali kembaliannya.” Adapun apabila manfaat itu merupakan tabarru’ (kebaikan hati) dari orang yang berhutang, maka pemberian dari orang yang hutang (pelunasan) lebih baik dari hutang yang diterimanya maka dianjurkan atasnya. Berdasarkan riwayat Ahmad atas hadis Abu Hurairah dari Nabi SAW bahwa beliau meminjam/berhutang kambing maka ketika datang yang memberi piutang, beliau memberikan kepadanya kambing yang lebih baik dan beliau bersabda: خياركم أحاسنكم قضاء. (bayar hutang dengan yang lebih baik itu bukan termasuk manfaat yang dimaksud hadis, akan tetapi yang demikian itu justru dianjurkan).
Imam Syafi’i berpendapat: barang siapa meminjamkan makanan pada seseorang lalu ia mensyaratkan pengembalian lebih banyak maka tidak ada kebaikan dalam pinjaman itu akan tetapi apabila tidak menyebut sama sekali, hal itu apabila yang meminjam memberikan yang lebih baik karena kebaikan hatinya atau mengembalikan yang lebih buruk kemudian dia yang memberi pinjaman mau menerimanya dengan kerendahan hati, maka tidak papa.

Hadis kedua
Rahn menurut syara’ adalah menjadikan jaminan barang yang mempunyai nilai harta sebagai penguat hutang, dalam hal dimungkinkannya mengambil hutang tersebut atau sebagaian dari barang itu.
لاَ يُغْلَقُ الرَّهْنُ“, barang gadaian dikatakan dikunci apabila dia keluar/lepas dari penguasaan penggadai, dan penerima gadai menguasai disebabkan pemberi gadai lemah dalam mengurus/memanfaatkan barang yang digadaikannya. Pengeuncian barang gadai ini merupakan adat orang arab lalu Nabi SAW melaranganya. Adanya tambahan pada barang gadaian itu menjadi hak pemilik. Adanya kerusakan jadi tanggungan pemilik gadai.
Al-Auza’i dan Laits berkata: apabila penggadai menolak membiayai barang gadaian lalu biaya itu ditanggung oleh penerima gadai maka boleh bagi penerima gadai untuk memanfaatkan barang gadaian itu sebagai imbangan dari biaya yang dikeluarkannya dengan syarat tidak lebih dari biaya yang dikeluarkan itu. Pendapat ini didasarkan oleh riwayat Abu Hurairah, Nabi SAW bersabda: “Punggung binatang dinaiki sebagai imbangan dari dia membiayai pemeliharaannya apabila dia digadaikan, susu binatang diminum sesuai/sebagai biaya pemeliharaannya apabila binatang itu digadaikan, biaya pemeliharaan ditanggung oleh yang menunggangi atau yang meminum susunya.

PESAN:
-          Hutang dan gadai harus secara proposional, di mana yang hutang tidak boleh mengambil manfaat, kecuali yang dibenarkan oleh syara’.