.....::::: SELAMAT DATANG, SEMOGA ANDA PUAS DENGAN IRFANNOLNAM YANG POLOS DAN APA ADANYA :::::.....

Minggu, 15 Januari 2012

PASAL 344 DAN PASAL 338 KUHP


Apabila kita tinjau dr khidupan sehari-hari bahwasannya kejahatan itu akan selalu ada dan tidak akan ada habisya,
Bertolak dari ketentuan pasal 344 KUHP tersebut tersimpul bahwa pembunuhan atas permintaan korban sekalipun tetap akan di ancam pidana bagi pelakunnya . dengan demikian dalam konteks hukum positif di indonesia tetap di anggap sebagai perbuatan yang dilarang, dengan demikian dalam konteks hukum positif di Indonesia tidak dimungkinkan dilakukan “pengakhiran hidup seseorang” sekalipun prrmintaan orang itu sendiri. Perbuatan tersebut tetap dikualifikasi sebagai tidak pidana yaitu sebagai perbuatan yang di ancam dengan pidana bagi siapa yang melanggar larangan tersebut, dengan demikian dalam konteks hukum positif di Indonesia tidak dimungkinkan dilakukan”.
Mengacu pada ketentuan tersebut di atas maka munculnya kasus permintaan tindakan medis untuk mengakhiri kehidupan seseorang yang muncul akhir-akhir ini.


Contoh kasus: Dhofar sedang sakit keras yang menyebabkan dia menderita dan tidak berdaya, sehingga ia tidak dapat melakukan kegiatannya sehari-hari. Karena tidak tahan dengan keadaanya, ia terus-menerus meminta Ribut untuk membunuh dirinya (Heru), dan ternyata Mujib pun menyanggupi permintaan tersebut dengan mencekik leher si Heru hingga mati. Maka kasus tersebut termasuk pada pasal 344 KUHP.

Subyektif:
-         Dhofar secara sadar dan sungguh-sungguh meminta Ribut untuk membunuhnya. Sedangkan Ribut sadar bahwa perbuatan yang akan dilakukan dilarang UU dan diancam pidana.

Obyektif:
-         Hilangnya nyawa Dhofar

Kejehatan yang dirumuskan dari pasal 344 tersebut, terdiri dari unsur sebagai berikut:
     a.   Perbuatan: menghilangkan nyawa
     b.   Obyek: nyawa orang lain
     c.   Atas permintaan prang itu sendiri
     d.   Yang jelas dinyatakan dengan sungguh-sungguh

Dalam pasal 344 tidak dicantumkan unsur kesengajan hal ini tidak berarti bahwa dalam melakukan pembunuhan pasal 344 tidak diliputi oleh unsur kesengajaan. Adalah tidak mungkin terjadi pembunuhan atas permintaan korban sendiri karena kelalaian (dolus). Mengapa, karena bagi orang yang diminta harus mengerti dan memahami atas permintaan itu, dan dengan demikian apabila ia melaksanakan permintaan korban berarti ada kesengajaan untuk berbuat yang ditujukan pada matinya korban sesuai dengan permintaannya itu. Di sini harus ada kesengajaan (terhabat akibat) yang sama antara orang yang menyuruh dengan orang yang melaksannakannya karena unsure kesengajaan tidak dicantumkan, maka menjadi tidak wajib untuk dibuktikan.
Pembunuhan atas permintaan sendiri (pasal 344) ini sering disebut dengan euthanasia (mercy killing), yang dengan dipidananya si pembunuh, walaupun korban sendiri yang memintanya, membuktikan bahwa sifat publiknya itu lebih kuat dlam humkum pidana. Walaupun korbannya meminta sendiri agar nyawanya dihilangkan, toh ….perbuatan orang lain yang memenuhi permintaannya itu tetap dapat dipidanakan.
Perbedaan pasal 344 dan pasal 338
Perbedaan yang nyata antara pembunuhan pasal 344 dengan pembunuhan pasal 338, ialah terletak bahwa pada pembunuhan pasal 344 terdapat unsur: (1) atas permintaan korban sendiri; (2) yang jelas dinyatakan dengan sungguh-sungguh; (3) dan tidak dicantumkannya unsur kesengajaan sebagaimana dalam rusmusan pasal 338. Factor penyebab lebih ringan jika jika dibandingakan dengan pidana yang diancamkan pada pembunuhan 338 adalah diletakkan pada unsur bahwa pembunuhan 344 itu dilakukan atas permintaan korrban sendiri. Tampaknya, walaupun tidak diakui secara penuh akan hak seseorang atas nyawanya, namun hak untuk menentukan atas nyawa korban ini sedikit masih dihargai. Dengan mengurangi pidana pada pembunuhan ats permintaan korban jika dibandingkan dengan pembunuhan biasa (pasal 338), ini dapat diartikan bahwa UU memberi penghargaan atas hak penentuan bagi si pemilik nyawa.

Dari unsure atas permintaan korban membuktikan bahwa inisiatif untuk melakukan pembunuhan itu terletak pada korban sendiri. Sedangkan pada pasal 338 inisiatif melakuakan pembunuhan terletak pada pelaku. Bila inisiatif pembunuhan itu pada orang lain tetapi pelaksananya bukan pada orang lain itu, melainkan pada korban sendiri maka bukan pembunuhan pasal 344 tapi pembunuhan pasal 345.
Permintaan adalah berupa peryataan kehendak yamg ditujukan pada orang lain, agar orang lain itu melakukan perbuatan tertentu bagi orang yang meminta. Adapun bagi orang yang diminta, terdapat kebebasan untuk memutuskan kehendaknya, apakah permintaan korban yang jelas dinyatakan dengan sungguh-sungguh itu akan dipenuhinnya ataukah tidak.
Bagaimana orang yang diminta untuk membunuh itu mendapatkan tekanan (psycis) agar permintaan itu dipenuhi? Misalnya korban mengancam, dengan ancaman kekerasan atau ancaman akan mempermalukan atau membuka rahasia pribadi bagi orang yang diminta.
Jawabannya masih harus melihat atau bergantung pda seberapa jauh tekanan yang dideritanya. Bila tekanan itu sekedar membuka rahasia pribadi yang akibat apabila dibukanya rahasia itu hanya mendapat malu saja, atau dapat hialangnya kepercayaan dari orang lain, yang tidak besar pengaruhnya bagi kehidupan orang itu, maka alas an yang semacam itu tidaklah dapat diterima, hanyalah dapat dinilai sebagai hal yang meringankan penjatuhan pidana inkonkrito.

Dari unsur “jelas dinyatakan dengan sungguh-sungguh”, mengandung arti bahwa pernyataan untuk dilakukan pembunuhan itu haruslah dengan sungguh-sungguh, dan kesungguhan itu harus dinyatakan dengan jelas. Di sini ada dua hal yang harus dibuktikan, ialah (1) dibuktikan tentang adanya pernyataan; (2) dan isinya pernyataan itu adalah tentang kesungguhan bahwa korban minta agar dihilangkan nyawanya. Kadua hal itu tidak dapat dipisahkan.

Dalam hal pernyataan yang jelas itu, harus jelas bagi siapa. Jelas di sini tidak harus bagi orang yang meminta saja, tetapi harus jelas juga bagi yang menerima permintaan. Karena pernyataan itu memang untuk orang yang diminta, maka pernyataan itu harus jelas juga bagi orang yang diminta. Dalam hal seperti ini tidak boleh terjadi kesalahpahaman antara korban dengan orang yang diminta, sebab bila terjadi kesalahanpahaman, maka berarti permintaan itu tidak jelas. Karena pernyataan yang sungguh-sungguh itu harus jelas, maka bagi korban harus tumbuh suatu keyakinan bahwa permintaan membunuh dirinya itu benar-benar diminta oleh korban. Jika bagi orang yang diminta, permintaan korban itu diterimanya dengan tidak jelas kesungguhannya, walaupun menurut yang meminta kesungguhan itu sudah jelas, tetapi pembunuhan itu tetap dilakukan juga, maka pembunuhan yang terjadi pasal 338 bukan pasal 344.

Tidak ada komentar :