.....::::: SELAMAT DATANG, SEMOGA ANDA PUAS DENGAN IRFANNOLNAM YANG POLOS DAN APA ADANYA :::::.....

Kamis, 05 Januari 2012

KEPEMILIKAN UMUM DAN NEGARA DALAM EKONOMI ISLAM


     Kepemilikan Umum
Istilah milik berasal dari bahasa Arab yaitu milk. Dalam kamus Al-Munjid dikemukakan bahwa kata-kata yang bersamaan artinya dengan milk adalah malkan, milkan, malakatan, mamlakatan, mamlikatan, dan mamlukatan. [1]
Milik dalam arti bahasa dapat diartikan “Memiliki sesuatu dan sanggup bertindak secara bebas terhadapnya.” Menurut Hasbi Ash Shiddieqy istilah milik dapat didefinisikan,”Suatu ikhtisas yang menghalangi yang lain, menurut syariat yang membenarkan pemilik ikhtisas itu bertindak terhadap barang miliknya sekehendaknya, kecuali ada penghalang”.[2]
Kata menghalangi dalam definisi di atas maksudnya adalah sesuatu yang mencegah orang yang bukan pemilik sesuatu barang untuk mempergunakan dan bertindak tanpa persetujuan terlebih dahulu dari pemiliknya. Sedangkan pengertian penghalang adalah sesuatu ketentuan yang mencegah pemilik untuk bertindak terhadap harta milinya.
Dalam pandangan Islam, pemilik asal semua harta dengan segala macamnya adalah Allah SWT karena Dialah Pencipta, Pengatur dan Pemilik segala yang ada di alam semesta ini:
وَلِلَّهِ مُلْكُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا يخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
"Kepunyaan Allahlah kerajaan langit dan bumi dan apa yang diantara keduanya. Dia menciptakan apa yang dikehendakiNya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu".[3]
Sedangkan manusia adalah pihak yang mendapatkan kuasa dari Allah SWT untuk memiliki dan memanfaatkan harta tersebut. Sebagai sebuah sistem tersendiri, ekonomi Islam telah menjelaskan segala hal yang berkaitan dengan mekanisme perolehan kepemilikan, tata cara mengelola dan mengembangkan kepemilikan, serta cara mendistribusikan kekayaan tersebut di tengah-tengah manusia secara detail melalui ketetapan hukum-hukumnya. Atas dasar itu, maka hukum-hukum yang menyangkut masalah ekonomi dalam Islam, dibangun atas kaidah-kaidah umum ekonomi Islam yang meliputi tiga kaidah, yakni:
·         Kepemilikan
·         Mekanisme pengelolaan kekayaan
·         Distribusi kekayaan di antara manusia.
2.    Jenis Hak Milik
Hak milik dalam hukum islam dapat dibedakan kepada:[4]
a.    Milik yang sempurna, yaitu hak milik yang sempurna, sebab kepemilikannya meliputi penguasaan terhadap bendanya dan manfaatnya benda secara keseluruhannya. Pembatasan terhadap penguasaaan tersebut hanya didasarkan pada:
·         Pembatasan yang dilakukan oleh hukum islam(seperti hak yang diperoleh dengan perkongsian. Kongsi lama lebih berhak untuk menuntut kepemilikan suatu benda yang diperkongsikan secara paksa daripada kongsi baru dengan syarat membayar ganti kerugian).
·         Pembatasan yang ditentukan oleh ketentuan perundang-undangan suatu Negara seperti hak-hak atas tanah dalam ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria.
b.    Milik yang kurang sempurna
Disebut milik yang kurang sempurna, karena kepemilikan tersebut hanya meliputi bendanya saja, atau manfaatnya saja.
·         Pemilikan yang hanya menguasai bendanya saja.
·         Pemilikan yang hanya menguasai manfaat atau hasil benda itu, misalnya si X mengemukakan bahwa si Y hanya boleh menempati atau mendiami rumah tersebut. Dengan demikian, si Y berhak terhadap manfaatnya saja dan ia tidak boleh mengalihtangankan benda tersebut kepada orang lain, sebab hal tersebut bukan haknya.
Selanjutnya dapat dikemukakan bahwa sebab seseorang mempunyai hak milik menurut hukum islam, dapat diperoleh melalui cara:
·         Disebabkan ihrazul mubahat
·         Disebabkan al-uqud
·         Dikarenakan al-khalafiyah.
Adanya hak orang lain terhadap hak milik yang diperoleh seseorang dibuktikan dengan antara laian adanya ketentuan:[5]
a.    Pelarangan menimbun barang
Dalam ketentuan syariat islam seseorang pemilik harta tidak diperbolehkan untuk menimbun barang dengan maksud agar harga tersebut naik secara drastis, terutama barang-barang yang merupakan kebutuhan masyarakat banyak. Larangan tentang hal  ini dapat dijumpai dalam,
·         Hadits yang diriwayatkan Raziim dalam Al-Jami’nya menyebutkan bahwa Nabi bersabda,”Sejelek-jeleknya hamba adalah si penimbun. Jjika mendengar barang murah, maka ia murka. Jika barang menjadi mahal, ia gembira,”
·         Hadits yang diriwayatkan Abu Daud, At-Tirmidzi dan Muslim dari Mu’ammar bahwa Nabi bersabda,”Siapa yang melakukan penimbunan,ia dianggap besalah.”
b.    Larangan memanfaatkan harta untuk hal-hal yang membahayakan masyarakat
Baik itu yang membahayakan terhadap kehidupan beragama, terhadap akal pikiran manusia, maupun terhadap keutuhan Bangsa dan Negara.
c.    Pembekuan harta
Dalam rangka menghormati hak-hak masyarakat dalam sesuatu benda yang dimiliki oleh seseorang, maka perbuatan pembekuan harta oleh seseorang pemilik barang oleh syariat islam sangat dicela. Hal itu disebabkan karena selain merupakan perbuatan yang tercela, pengembangan harta untuk tujuan-tujuan yang produktif adalah merupakan tuntutan dari harta tersebut.
d.    Pengembagan harta
Dalam hal pengembangan harta menurut pandangan islam harus diperhatikan hak-hak masyarakat. Oleh karena itu, islam sangat mencela orang-orang yang mengembangkan harta terhadap hal-hal yang membahayakan masyarakat banyak.



[1] Suhrawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2004. hal 5
[2] Hasbi Asy Syiddieqy, Pengantar Fiqih Muamalah, Jakarta: Bulan Bintang
[3] al-Farra', Abu Ya'la., al-Ahkam al-Sultaniyyah, Beirut: Dar al-Fikr, 1994.hal 13
[4] Suhrawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2004. hal 7

[5] Suhrawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2004. hal 12


Tidak ada komentar :