.....::::: SELAMAT DATANG, SEMOGA ANDA PUAS DENGAN IRFANNOLNAM YANG POLOS DAN APA ADANYA :::::.....

Rabu, 21 Desember 2011

HADIS TENTANG MUDHARABAH

Mudharabah dan Muzara’ah

·      عَنْ صُهَيْبٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَبِيَّ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : ثَلاَثٌ فِيْهِنَّ الْبَرَكَةُ : الْبَيْعُ إِلَى أَجَلٍ وَالمْقُاَرَضَةُ وَخَلْطُ الْبُرِّ بِالشَّعِيْرِ لِلْبَيْتِ لاَ لِلْبَيْعِ / رَوَاهُ ابْنُ مَاجَهُ
·      عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا "أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَلَ أَهْلَ خَيْبَرَ بِشَطْرِ مَا يَخْرُجُ مِنْهَا مِنْ ثَمَرٍ أَوْ زَرْعٍ" / مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

PENJELASAN:
Hadis Pertama
Berkah adalah bertambah dan bertumbuh, dan penjagaan atas sesuatu serta kebaikan di dalamnya.
Adapun jual beli dengan bertempo di dalamnya ada berkah karena di sana ada toleransi kemudahan dan tidak adanya kesempitan atas orang yang berhutang yang tidak punya harga untuk membayar barang yang dibelinya. Terutama jika barang-barang pokok makanan, pakaian dan kebutuhan manusia lainnya untuk rumah tangganya (segala jenis akad yang bersifat tukar menukar).
Adapun muqaradhah ialah suatu jenis kerjasama di mana seorang pemodal menyerahkan sejumlah harta kepada yang lain untuk diniagakan dan diusahakan. Keuntungan dibagi antara mereka berdasarkan syarat yang telah disepakati. Laba menjadi hak pemodal (shahib maal) karena sebab modalnya, dalam arti bahwa laba itu pertumbuhan dari modal yang diserahkannya, dan laba itu juga untuk pengelola (mudharib) berkaitan dengan kerja yang telah dikerjakannya di mana kerja tersebut menjadi sebab dari adanya laba.
Didalam mudharabah ada berkah karena disana terjadi pendayagunaan atau pemanfaatan sebagian manusia terhadap yang lain tidak diperoleh nash yang shahih yang disandarkan kepada Nabi mengenai sahnya Syirkah Mudharabah sebagimana pendapat Ibnu Hazim. Nash dalam hadits diatas mengenai adanya berkah didalam mudhharabah meniscayakan pengertian bahwa syirkah ini halal, disyari’atkan, dan didalamnya ada berkah. Dalam ketiadaan nash tentang syirkah mudharabah tersebut ada dalil yang dapat dipandang kokoh yang tidak butuh pada teks yaitu: Bahwa Islam datang kepada umat dan di kalangan mereka terdapat akad-akad yang bermacam-macam, Islam lalu memperhatikan akad-akad itu lalu mengakui akad yang benar dan membuang yang rusak dan memperbaiki akad-akad yang didalamnya ada cacat. Sedangkan mudharabah tergolong akad yang paling banyak dipraktekkan oleh orang Arab. Kita tahu bahwa perniagaan Abu Sufyan adalah mudharabah sebagaimana dinyatakan dalam riwayat, “Tidak ada satu rumahpun di Makkah kecuali ia punya saham didalamnya. Mereka menghimpun harta dan kemudian menyerahkannya kepada Abu Syufyan supaya ia memperdagangkan atau meniagakannya diantara Syam dan Yaman.
Ketika Islam datang dan mendapati syirkah mudharabah sudah ada orang-orang bermuamalah dengannya. Islam tidak melarang mereka dan Islam mengakui keberadaan syirkah mudharabah. Ini adalah tasyri’ dengan taqrir atas eksisnya syirkah mudharabah dan keberlangsungannya dalam keadaan seperti ini pentasyri’annya tidak butuh pada teks.
Mencampur gandum dari sya’ir pada rumah (untuk makanan sehari-hari di rumah), di dalamnya terdapat berkah. Adapun mencampurnya untuk dijual didalamnya tidak ada berkah karena didalamnya mengandung potensi gharar (tipuan).
Hadis Kedua
Negeri Khaibar adalah negeri agraris. Daerah itu dihuni oleh sekelompok orang Yahudi, Nabi menaklukkannya pada tahun ke-7 Hijrah, dan beliau membagi lahan dan tanamannya untuk para pejuang yang berhak mendapatkan ghanimah. Para pejuang itu tidak punya waktu untuk mengurus pertanian karena kesibukan mereka dalam jihad dan dakwah di jalan Allah. Sedangkan Yahudi Khaibar itu lebih ahli dari mereka dalam urusan pertanian karena lamanya mereka menggeluti dan mengalami bidang pertanian tersebut, karena itu nabi memutuskan penduduk asli (lama) yang diberi kesempatan menangani pertanian  disana dan penyiraman pohon-pohonnya dan mereka diberi hak separuh dari buah-buah yang dihasilkannya sebagai kompensasi dari kerja dan biaya yang mereka keluarkan dan separuh lainnya untuk orang Islam karena mereka adalah pemilik modal.
Muamalah ini terus berlangsung di antara mereka sepanjang zaman Nabi dan khalifah Abu Bakar sampai datang zaman Umar yang mengeluarkan mereka dari wilayah Khaibar.
Muamalah Nabi dalam hadits di atas meliputi muzara’ah dan musyaqah. Disana terdapat hubungan yang kuat dengan mudharabah, dalam mudharabah shahibul maal kadang tidak cakap dalam mengembangkan modal sementara di pihak yang lain ada orang yang cakap tetapi tidak memiliki modal, lalu keduanya saling membantu dan bertukar manfaat melalui akad syirkah.
Demikian juga pemilik tanah atau pemilik tanaman kadang tidak mampu untuk mengurus langsung tanah dan tanaman itu sementara ada orang lain yang punya pengalaman dan mampu untuk mengampu pekerjaan tersebut. Lalu keduanya bertukar manfaat melalui syirkah muzara’ah dan musyaqah.
Hadits diatas menjadi dalil atas bolehnya syirkah muzara’ah dengan bagian tertentu, seperti setengah, seperempat, seperdelapan dan seterusnya.