Berikut ini adalah salah satu dari beribu-ribu hadis yang
menjelaskan bagaimana orang yang berhutang ketika tidak menyegerakan membayar,
padahal dia mampu untuk membayar. Juga tentang Hiwalah (perpindahan pembayaran
hutang) dan tentang kePailitan… lebih jelasnya sebagai berikut…
1.
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال:
قال رسول اللهِ صلى الله عليه وسلم: مطل الغني ظلم، وإذا أتبع أحدكم على ملي فليتبع
/ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
2.
عن أبي بكر بن عبد الرحمن عن أبي
هريرة رضي الله عنه قال: سمعت رسول اللهِ صلى الله عليه وسلم يقول: من أدرك ماله بعينه
عند رجل قد أفلس فهو أحق به من غيره / متفق عليه
PENJELASAN:
Hadis Pertama
مَطْلُ الْغَنِيِّ makna dalam hadis ini ialah penundaan hutang oleh orang kaya
itu suatu kedhaliman. As-shin’ani berpendapat bahwa yang dimaksud di sini ialah
menunda sesuatu yang sudah tiba waktunya untuk ditunaikan tanpa udzur oleh
orang yang mampu untuk menunaikannya itu termasuk kedhaliman (makna substansi).
Hadis ini menunjukkan bahwa haram atas orang kaya yang mampu, menunda hutang
setelah jatuh tempo. Ulama yang berpegang pada makfhum mukhalafah berpendapat
bahwa penundaan pelunasan hutang yang dilakukan oleh orang yang tidak mampu
tidak termasuk kedhaliman sedangkan ulama yang tidak perpegang pada mafhum
mukhalafah berpendapat bahwa jika pelakunya itu tidak mampu maka itu tidak
disebut dengan menunda. (mafhum mukhalafah = pengertian sebaliknya).
وَإِذَا أُتْبِعَ (أى أُحِيْلَ) أَحَدُكُمْ عَلَى مَلِىءٍ (أى الغني
المقتدر) فَلْيَتَّبِعْ (فليحتل)
Apabila kamu
diikutkan (dialihkan) orang kaya yang mampu maka terimalah pengalihan itu.
Hiwalah adalah
memindah hutang dari tanggungan pengalih (orang yang berhutang) pada tanggungan
orang yang menerima pengalihan yaitu orang yang melaksanakanpelunasan hutang.
Kemudian
perintah فَلْيَتَّبِعْ
dalam hadis, oleh Ulama Ahlu Dhahir dimaknai dengan wajib (artinya wajib
menerima pengalihan hutang tersebut), sedangkan Jumhur Ulama memahaminya dengan
anjuran (mustahab). As-shin’ani berkata: saya tidak tahu apa faktor yang
membawa Jumhur memalingkan maknanya dari makna dhahir.
Pelunasan
hutang harus dilaksanakan/diupayakan agar hutangnya lunas, dan apabila ada
pengalihan hutang hendaknya diterima karena itu termasuk agar hutang dapat
lunas, karena hutang dibawa sampai mati.
Hadis Kedua
Yang dimaksud
pailit ialah Orang itu menjadi tidak punya harta/uang. Lafad مَنْ أَدْرَكَ مَالَهُ (ini umum) mencakup orang yang hartanya berada di orang lain
karena hubungan hutang atau jual beli, walaupun ada sejumlah hadis yang
menegaskan dengan lafad jual beli:
إذا ابتاع الرجل سلعة ثم أفلس وهي عنده بعينها
فهو بها من الغرماء
“apabila seseorang menjual barang kemudian yang membeli itu
pailit dan barang itu masih ada pada pembeli itu sebagaimana adanya ketika
dijual tadi, maka penjual lebih berhak atas barang itu dari pada pemiutang
lainnya.”
Ada dalil khos
yang sejalan dengan dalil ‘am, itu tidak mentakhsis dalil ‘am. Maksud dari
lafad بِعَيْنِهِ
ialah harta yang ditemukan itu tidak berubah sifatnya, tidak bertambah, tidak
berkurang.
Ada pendapat
dari Hadawi dan Syafi’i: apabila perubahan itu karena cacat maka pembeli boleh
mengambilnya sementara yang berhutang tidak terkena ganti rugi, tapi jika
perubahan itu karena ada tambahan maka pembeli berhak atas ganti rugi yakni
sebesar yang telah dibelanjakan.
Demikian juga faedah-faedah lain
dari barang itu menjadi hak pembeli walaupun faedah itu jadi satu dengan barang
itu.
Pengutamaan terhadap orang yang
barangnya ada pada orang yang pailit (dia lebih berhak atas pendahuluan atas
gurama’)
PESAN:
-
Menunda sesuatu
yang sudah tiba waktunya untuk ditunaikan tanpa udzur oleh orang yang mampu
untuk menunaikannya itu termasuk kedhaliman.
-
Pelaksanaan
kewajiban seseorang hanya dituntut sesuai kemampuannya.